Penggerebekan Kantor Dewan Adat Papua, Pelecehan Terhadap Harga Diri Orang Asli Papua
Peristiwa penggerebekan Kantor DAP di Kelurahan Heram, Distrik Heram, Kota Jayapura itu terjadi pada Jumat pekan kemarin sekitar pukul 11.00 WIT. Saat itu, petugas Direskrim Polda Papua berhasil menyita 2 senjata api laras pendek serta beberapa lembar bendera Bintang Kejora berukuran kecil. Lewat beberapa jam kemudian, Polda Papua kemudian menggelar sebuah jumpa pers terkait penggerebekan kantor DAP. Serasa dibakar jenggot dan difitnah, DAP kemudian menggelar jumpa pers serupa untuk mengklarifikasi tuduhan tersebut. Namun sayangnya, gelar jumpa pers oleh DAP sudah terlambat. Kesan terhadap DAP telah dipaku kepada masyarakat bahwa lembaga ini telah menyimpan sejumlah dokumen berbahaya. Yang lebih disayangkan adalah tindakan aparat kepolisian yang menyita sejumlah berkas DAP yang sangat jauh dari kesan keterlibatan lembaga ini dengan OPM. Misalnya, pengrusakan terhadap fasilitas Kantor DAP dan pengambilan data yang tersimpan didalam hardisk komputer. Sejumlah laptop diduga juga turut raib dalam penggeledahan tersebut.
Sekretaris Umum DAP, Leonard Imbiri, Konsultan Hukum DAP, Iwan Niode, SH serta Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Indonesia (AMPTI), Markus Haluk kepada pers di Kantor DAP, Sabtu kemarin mengatakan penggerebekan tersebut tidak sesuai prosedur. Menurut Niode, pihaknya tidak setuju dengan pemberitaan sebuah stasius televisi nasional yang memberitakan saat terjadi penggerebekan Kantor DAP, aparat keamanan berhasil menciduk 15 orang yang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) serta menyita dua senjata api (senpi), 8 buah anak panah, 1 ikat bendera Bintang Kejora mini , 1 lembar daftar nama gerakan kembali ke tanah air dan 1 buah buku warna merah tentang struktur organisasi tentara revolusi Papua Barat. “Pemberitaan itu terlalu mengada-ada,” tegasnya.
15 mahasiswa yang dituduh sebagai anggota OPM, pihaknya membantahnya. Dikatakan, 15 mahasiswa yang berada di Kantor DAP saat peristiwa penggerebekan bukan sebagai anggota OPM. “Soal DAP sebagai markas OPM tidak benar karena mahasiswa tak pernah melakukan pelanggaran hukum. Mereka ada di Kantor DAP karena kantor tersebut adalah tempat masyarakat adat dan anak adat berhak berkumpul dan berdiskusi soal pembangunan di Papua sehingga tak perlu memberikan stigma separatis terhadap mereka,” kata Niode.
Sekretaris Umum DAP, Leonard Imbiri, Konsultan Hukum DAP, Iwan Niode, SH serta Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Indonesia (AMPTI), Markus Haluk kepada pers di Kantor DAP, Sabtu kemarin mengatakan penggerebekan tersebut tidak sesuai prosedur. Menurut Niode, pihaknya tidak setuju dengan pemberitaan sebuah stasius televisi nasional yang memberitakan saat terjadi penggerebekan Kantor DAP, aparat keamanan berhasil menciduk 15 orang yang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) serta menyita dua senjata api (senpi), 8 buah anak panah, 1 ikat bendera Bintang Kejora mini , 1 lembar daftar nama gerakan kembali ke tanah air dan 1 buah buku warna merah tentang struktur organisasi tentara revolusi Papua Barat. “Pemberitaan itu terlalu mengada-ada,” tegasnya.
15 mahasiswa yang dituduh sebagai anggota OPM, pihaknya membantahnya. Dikatakan, 15 mahasiswa yang berada di Kantor DAP saat peristiwa penggerebekan bukan sebagai anggota OPM. “Soal DAP sebagai markas OPM tidak benar karena mahasiswa tak pernah melakukan pelanggaran hukum. Mereka ada di Kantor DAP karena kantor tersebut adalah tempat masyarakat adat dan anak adat berhak berkumpul dan berdiskusi soal pembangunan di Papua sehingga tak perlu memberikan stigma separatis terhadap mereka,” kata Niode.
http://tabloidjubi.com/index.php/index-artikel/para-para/index.php?option=com_content&view=article&id=1573:pprn-perjuangkan-hak-hak-dasar-orang-asli-papua&catid=87:lembar-olah-raga&Itemid=92